Mahasiswa di penjuru Indonesia menyuarakan aksi dalam momentum evaluasi 100 hari Kabinet Merah Putih. Tuntutan yang diberikan begitu jelas, kebijakan yang diambil selama menjabat 100 hari.
“Tidak ada api yang menyulut apabila tidak ada yang membakarnya”. Pepatah tersebut dirasa sangat related ketika berbicara 100 hari Kabinet Merah Putih menjalankan pemerintahannya. Banyak keputusan yang dirasa blunder, ketika mengkaji kebijakan kabinet Prabowo ini. Tagar yang pas untuk menyikapi hal tersebut adalah #IndonesiaGelap.
Kabinet Merah Putih yang digagas oleh Presiden RI terpilih Prabowo Subianto genap berusia 100 hari. Dalam jangka waktu yang menjadi tolak ukur berjalannya pemerintahan baru, banyak kebijakan yang telah dikeluarkan.
Jangka waktu 100 hari adalah waktu ideal untuk memperkirakan bagaimana kondisi Indonesia selama 5 tahun kedepan dibawah kepemimpinan Prabowo. Dalam jangka waktu tersebut, pemerintah tidak sedikit dalam merancang kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk kinerja kabinet Merah Putih.
Makan Bergizi Gratis (MBG)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi program signature yang selalu digaungkan oleh Prabowo beserta kabinetnya. Fakta di lapangan berbicara bahwa makanan yang telah diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Porsi yang kurang memadai, makanan yang tidak tepat sasaran, dan anggaran yang terus berubah menjadi alasan kuat, mengapa harus Makan Bergizi Gratis? Apakah selama ini anak-anak di Indonesia kekurangan gizi?
Bayangkan jika dianggarkan Rp10 ribu rupiah dipukul rata di seluruh Indonesia. Banyak ketimpangan pak! Setiap daerah mempunyai range harga masing-masing. Ibarat, di Jogja bisa dapet nasi ayam dan es teh, tapi, di Papua hanya bisa dapat sagu. Hadeh.
Kampus Dilibatkan Mengelola Pertambangan
Usulan DPR RI mengenai kampus bisa mengelola tambang adalah salah satu gagasan yang lumayan familiar dalam dunia akademis. Sebagai instansi pendidikan, apakah layak jikalau kampus mengeola tambang, dengan alasan sebagai tambahan dana? Tidak logis pak, pendidikan menjadi lumbung pebisnis yang berkedeok menjadi dosen.
Setelah usulan ini dipresentasikan oleh DPR RI pada 23 Januari. Nyatanya usulan ini dibatalkan dan disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, hal ini disampaikan dalam konferensi pers setelah menghadiri rapat pleno baleg DPR RI di Senayan, Selasa (18/2/2025).
Yang menjadi point utama adalah bukan pada akhirnya usulan tersebut dibatalkan. Namun, soal keputusan yang diambil oleh para pemangku kebijakan seolah-olah berlagak enak ketika mendapat respon negatif dari elemen masyarakat.
Apakah selama ini pemerintah yang dipilih tidak mempertimbangkan baik dan buruknya sebuah keputusan yang diambil? Lalu ketika mendapat kritikan, baru mereka-mereka seenaknya membatalkannya? Pusing tujuh keliling sebagai warga negara, pak.
Pemangkasan Anggaran Pendidikan dengan Slogan “Efisiensi”
Isu yang sangat hangat belakangan ini yang memantapkan hati untuk bilang “hal apa yang terfikirkan selama ini di benak pemerintah dalam memutuskan sebuah kebijakan?”. Pemangkasan anggaran pendidikan menjadi kebijakan blunder yang melengkapi 100 hari kabinet Merah Putih menjabat.
Pendidikan adalah instrumen penting dalam membangun sebuah peradaban bangsa. Dalam berjalannya, seharusnya prioritas utama adalah sektor pendidikan yang menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius.
Bagaimana jadinya apabila anggaran untuk pendidikan ini dipangkas demi alasan efisiensi? Apakah hal ini menyelesaikan masalah? Oh, tidak. Kebijakan Makan Gratis Bergizi bukanlah tameng yang bisa dijadikan alasan untuk memangkas anggaran pendidikan.
Ibarat, pendidikan adalah hak segala bangsa. Namun, pemerintah di sebuah bangsa tersebut memutus rantai pendidikan yang menjadi hak segala rakyatnya. Sama saja menjerumuskan rakyat dalam hak yang salah, yakni putus sekolah adalah solusi karena tidak seriusnya pemerintah dalam menjaga stabilitas pendidikan.
Kementrian Gemuk Di Tubuh Pemerintahan
Efisiensi anggaran mungkin adalah langkah siasat untuk menjadi pemerintah yang efektif. Secara logis, efisiensi dapat berjalan ketika satu kementrian dengan jobdesk yang sama menjadi satu wadah yang utuh.
Berbeda di Kabinet Merah Putih ini, kementrian yang di plot oleh Presiden RI Prabowo Subianto berjumlah 48 menteri, 5 kepala badan, dan 55 wakil menteri. Sedangkan pada zaman Joko Widodo hanya berjumlah 34 menteri.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa anggaran yang ditetapkan melebihi dari anggaran kementrian pada zaman Jokowi. Dengan 34 Menteri zaman Jokowi menetapkan anggaran sebesar Rp344 miliar, jika lebih dari 34 menteri, logisnya anggaran yang ditetapkan lebih dari angka tersebut.
Silahkan kasih pendapat, pertanyaannya adalah “efisiensi tidak, dengan kondisi tersebut?” Silahkan bisa dijawab.
https://nextgen-z.com/indonesiagelap-100-hari-kabinet-merah-putih