Selayang Pandang Dari Rakyat Pinggiran

Selayang Pandang Dari Rakyat Pinggiran

Hari ini, Kamis, 20 Maret 2025. Bagi sebagian besar orang menjadi hari yang cukup penting dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Salah satunya karena RUU TNI disahkan pada rapat paripurna DPR RI. Melalui undang undang ini TNI semakin leluasa menduduki jabatan sipil yang sebelumnya di hapuskan oleh Gus Dur.

Tentu gelora penolakan terjadi di banyak tempat. Pun oleh banyak kelompok dan golongan. Salah satunya yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan. Mereka menyampaikan aspirasi kepada panja komisi I DPR RI saat melakukan rapat secara tertutup di hotel fairmont Jakarta Pusat. Menurutnya rapat kerja DPR tidak seharusnya dilakukan secara diam-diam, seolah tertutup, dan terkesan ugal-ugalan. Bagaimana tidak rapat itu dilakukan di hari libur kerja dan malam hari. Seolah ada sesuatu yang amat penting dibalik RUU tersebut.

Tidak sampai seminggu dari kejadian itu. Hari ini DPR RI mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang yang sah tanpa ada perdebatan sama sekali. Artinya, semua fraksi di DPR RI setuju. Padahal sejak kemarin ratusan mahasiswa telah melakukan unjuk rasa menyuarakan penolakan di depan gedung DPR. Bahkan mulai dini hari tadi, sejumlah warga sipil sudah ada yg melakukan pergerakan lagi di DPR dengan mendirikan tenda dan sahur bersama di sana.

Namun semua usaha itu tampak sia-sia. Para wakil rakyat yang sedang menjabat seolah lupa dengan sang pemberi mandat. Agaknya hastag beberapa tahun lalu soal #reformasidikorupsi tidak lagi relevan. Karena hari ini reformasi seolah gagal. Bahkan kalau boleh meminjam istilah budayawan kelahiran Jombang, Emha Ainun Nadjib. Reformasi tidak benar-benar terjadi. Karena sejak saat peristiwa ’98 yang terjadi bukan perbaikan struktur melainkan pergantian pemain. Bahkan pemain kali ini jauh lebih kejam kepada rakyat, pun semakin banyak jumlahnya.

Terlepas dari itu semua, memunculkan berbagai pertanyaan. Bagaimana dengan gerakan mahasiswa hari ini? Apa mereka sudah enggan turun ke jalan. Faktanya tetap ada yang turun ke jalan meskipun jumlahnya cukup berbeda dari peristiwa sebelumnya. Tapi mengapa tetap tidak terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Coba kita petakan permasalahannya.

Dengan tersedianya segala akses komunikasi seharusnya menjadikan mahasiswa semakin mudah melakukan konsolidasi sebelum demonstrasi. Namun yang terjadi sebaliknya, demonstrasi seringkali tidak maksimal karena kurangnya komunikasi. Sehingga terjadi miskom antar elemen mahasiswa.

Selanjutnya Kesadaran mahasiswa hari ini sangat patut dipertanyakan. Jangan-jangan mereka sudah tidak lagi mengerti tentang tri dharma perguruan tinggi. Pengabdian dalam tri dharma menjadi komponen terakhir yang sering terlupakan. Setelah melakukan empat tahun pendidikan dan menyusun tugas akhir dengan penelitian. Mereka tidak melakukan pengabdian kepada masyarakat. Dari rakyat tidak kembali lagi ke rakyat. Melainkan rata-rata berlomba untuk menjadi pejabat. Dengan segala fasilitas dan tunjangan yang di idam-idamkannya itu.

Adapun jika terjadi demonstrasi misalnya. Seringkali jumlah mahasiswa dengan aparat keamanan justru lebih banyak jumlah aparat. Hal ini terjadi karena antar mahasiswa sendiri sudah tidak solid. Orientasi dalam dirinya sudah bukan lagi soal peduli dengan sesama apalagi peduli dengan nasib rakyat di sekitarnya. Melainkan yang penting dirinya merasa aman, purna studi lanjut bekerja tanpa memikirkan tanggungjawab pengabdian yang sesungguhnya.

Selanjutnya peran mahasiswa dalam pesta demokrasi. Mereka seolah bukan lagi bagian dari rakyat. Dengan segala ilmu dan akses yang dimiliki, seharusnya mereka bisa mengawal dan mengawasi jalannya pesta demokrasi. Memastikan anggaran negara yang sudah dikeluarkan mampu menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang kompeten untuk menjalankan amanat konstitusi. Alih-alih demikian, tidak sedikit dari mereka yang justru malah menjadi juru kampanye, broker suara, dan nahas-nya lagi-lagi rakyat kecil yang menjadi korban. Seolah sudah bukan lagi insan terdidik, melainkan komoditas politik belaka.

Lalu menjaga demokrasi ini tugas siapa. Tentu tugas kita semua. Bukan hanya mahasiswa, melainkan seluruh elemen rakyat Indonesia. Dari ras, etnis, suku, dan golongan manapun, Indonesia adalah milik kita bersama. Mari jaga bersama jangan sampai Negeri yang melimpah kekayaan alamnya, tentram, dan elok ini hanya dikuasai oleh segelintir orang saja.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *