Meninggalkan YOLO Demi YONO : Filosofi Gaya Hidup Baru Gen-Z

Meninggalkan YOLO Demi YONO : Filosofi Gaya Hidup Baru Gen-Z

Peradaban hari ini melaju dengan kecepatan tinggi entah bertujuan di “stasiun” mana. Memasuki tahun 2025, menjadi awal baru bagi masyarakat untuk menentukan gaya hidupnya. Setelah adanya YOLO (You Only Life Once) yang mengajak kita untuk menikmati hidup yang hanya sekali. Kini muncul YONO, bukan Yono Stand Up Comedian, tapi “You Only Need One”. YONO merupakan antitesis dari YOLO, yang mengajak hidup lebih minimalis.

Istilah YONO populer akhir-akhir ini dikalangan Gen-Z sebagai salah satu respon terhadap kerusakan lingkungan dan krisis ekonomi yang sedang melanda. Karena budaya konsumtif masyarakat modern hari ini telah memberikan dampak serius bagi keberlangsungan kehidupan di Bumi.

Sebelum menyelami YOLO dan YONO lebih dalam, alangkah baiknya kita pahami dulu apa itu gaya hidup. Gaya hidup merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Psikolog Austria bernama Alfred Adler, menurutnya gaya hidup ialah kebutuhan sekunder manusia yang dinamis tergantung pada kondisi zaman atau keinginan pribadi.

Bagi Adler, gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh kondisi sosial dari masa kecil, keluarga, hingga lingkungan. Perasaan inferior juga mempengaruhi manusia mengalami perubahan gaya hidup, karena itu bagian dari usaha mencapai perasaan superior.

Perkembangan teknologi hari ini membawa gaya hidup mengalami perputaran luar biasa, dimana luasnya akses informasi dapat memudahkan kita untuk melihat cara hidup di berbagai sudut dunia. Apalagi dengan tren-tren populer seperti fast fashion, makanan-minuman, barang-barang mewah, tempat liburan, dan budaya populer lainnya.

Menggeser Gaya Hidup YOLO

Popularitas gaya hidup YOLO (You Only Life Once) agaknya masih eksis hingga hari ini. Ajakan untuk mencari kesenangan lewat kebutuhan “tren” dirasa cukup memuaskan hidup para milenial dan Gen-Z. Tapi apakah gaya hidup ini baik untuk dilanjutkan?

Penganut gaya hidup YOLO biasanya akan lebih konsumtif terhadap kebutuhan sekunder daripada kebutuhan primer. Mereka rela mengeluarkan uang untuk menonton konser musik, nongkrong di coffe shop, belanja produk fashion dan kosmetik, skincare, dan berlibur.

Apakah dengan berlibur atau menonton konser musik itu salah? Tentu tidak. Namun alangkah baiknya rencanakan keperluan anda dengan baik. Sehingga kebutuhanmu tidak malah membebanimu.

Memang pada realitanya kondisi ekonomi setiap orang berbeda-beda, jadi tidak bisa dipandang bahwa YOLO merupakan gaya hidup yang boros. Dengan gaya hidup YOLO kita dapat menikmati hidup dengan bahagia, walaupun sementara. Namun, budaya konsumtif juga membawa beberapa dampak negatif yang patut untuk dipertimbangkan.

Dengan kebutuhan masyarakat yang konsumtif mengakibatkan produksi barang dan jasa akan terus didorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, alam hari ini dikorbankan dengan limbah, polusi, dan penggundulan hutan untuk kebutuhan produksi yang lebih besar. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap barang dan jasa yang sedang tren juga membuat harga kebutuhan sedikit demi sedikit mengalami kenaikan.

Selain itu, YOLO juga membawa FOMO (Fear Of Missing Out), fenomena kecemasan yang dialami ketika ingin terus mengikuti keviralan yang ada karena takut tertinggal. Maka dengan adanya pertimbangan-pertimbangan diatas, apakah dirasa perlu menggeser gaya hidup kita ke yang lebih efektif dan minimalis?

Hadirnya YONO

Di awal 2025 ini masyarakat Indonesia dihadapkan dengan berbagai problematika seperti PPN, Gas LPG bersubsidi, PHK, dan pengefektifan anggaran oleh pemerintah. Berangkat dari hal tersebut, daya beli masyarakat mulai lesu yang pada akhirnya mengakibatkan gerak ekonomi menjadi lambat.

Munculnya gaya hidup YONO (You Only Need One) bisa diakui sebagai respon positif terhadap gejolak masyarakat konsumtif masyarakat modern dan kondisi ekonomi masyarakat yang tidak stabil. YONO membantu masyarakat untuk sadar bahwa sebenarnya kebutuhan mereka tidak sebanyak itu. Hingga mereka bisa lebih menghemat pengeluaran.

Gaya hidup YONO memiliki makna filosofis yang mendalam dengan mengajak manusia untuk merenungi hidupnya. Bahwa tren dan budaya populer itu tidak semuanya harus diikuti. Hidup dengan sederhana dan mensyukuri setiap pemberian yang ada juga dapat menjadi jalan menuju kebahagiaan yang lebih lama.

YONO bagaikan nafas baru gaya hidup masyarakat modern hari ini. Dengan mengedepankan keefektifan, masyarakat bisa kembali menstabilkan ekonominya masing-masing. YONO menekankan tentang apa yang benar-benar dibutuhkan, bukan kebutuhan karena dorongan FOMO saja.

Lalu manakah yang lebih baik? YOLO dengan ajakan mengikuti tren-tren masa kini karena hidup hanya sekali, atau YONO yang mengajak hidup untuk lebih merenungi karena kita hanya butuh satu saja.

Namun, baik buruknya sebuah gaya hidup ditentukan oleh diri anda sendiri. Mau memilih YOLO atau YONO silahkan direnungi baik-baik, sesuaikan dengan kemampuan diri anda. Bergayalah sesuai dengan isi dompetmu, begitulah kira-kira.

https://nextgen-z.com/konsep-otomatis

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *