Kuliah Tanpa Niat

Kuliah Tanpa Niat

Dalam mencari ilmu, seorang manusia pastinya tak bisa langsung meloncat ke atas puncak. Seperti halnya saat kita naik ke atas gedung, ada berbagai cara untuk melakukannya. Bisa dengan lewat tangga, lift, ataupun yang anti mainstream dengan menggunakan helikopter agar cepat sampai.
Sama halnya saat kita mencari ilmu. Manusia perlu untuk melalui langkah demi langkah. Tak bisa langsung pandai segala hal. Dari diajari orang tua kemudian masuk TK, SD, SMP, SMA, dan tingkat terakhir yaitu perguruan tinggi.
Dalam pembentukan pola pikir, seorang manusia berawal dari lingkungannya saat kecil. Hal ini selaras dengan isi buku Ontwikkelings Psychologie: Inieiding tot de verschillende deelgebeieden karya F.J. Monks, A.M.P. Knoers. Jean Peaget menjelaskan bahwa hubungan antara adaptasi dan organisasi.
Dua proses ini bersifat komplementer. Apabila suatu organisme melakukan aktivitasnya, maka ia mengasimilasi kejadian baru pada struktur yang sudah ada (melakukan aktivitas sehari-harinya) dan mengakomodasi struktur yang sudah ada pada situasi baru.
Piaget menamakan kedua proses tadi sebagai faktor biologis. Alasannya karena dua kecenderungan tadi selalu ada pada semua organisme hidup. Kedua kecenderungan ini merupakan sifat keturunan. Bagaimana bekerjanya kedua proses ini dalam diri suatu organisme tertentu, tergantung pada keadaan lingkungan dan pengalaman belajar organisme tersebut.
Jadi seorang anak akan sangat terpengaruh pola pikirnya oleh pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Karena lingkungan dan pengalaman belajar seorang manusia berawal dari orang tuanya. Proses pendidikan anak ketika kecil ini akan menentukan karakternya di masa depan.
Di masa beranjak dewasa, manusia dipaksa untuk memilih jalan hidup yang akan dijalaninya. Salah satunya adalah pilihan untuk melanjutkan jenjang pendidikan pada tahap tertinggi. Yaitu menjadi seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Kita menyadari, latar belakang para mahasiswa untuk berkuliah berbeda-beda. Ada yang dipaksa orang tuanya, keinginan sendiri, atau bahkan karena paksaan lingkungannya. Terlepas dari latar belakang tersebut, mahasiswa pasti memiliki langkah niat dan tujuan yang jelas. Agar dalam melakukan perjalanan terkait langkah yang dipilih tak semrawut.
Kita di sini akan mengulas mengenai mahasiswa yang bingung akan tujuannya. Hal inipun juga saya alami sendiri. Kebimbangan akan masa depan, jaminan apa setelah mendapatkan ijazah nanti, cukupkah bekal ilmu untuk masa depan nanti. Semuanya serba tak pasti.
Tentu saja setiap mahasiswa mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Ada yang mempunyai ambisi tinggi namun lemah dalam relasi, ada yang mempunyai relasi bagus namun kualitas tak memadai, ada yang memiliki keduanya namun juga itu belum menjadi jaminan pasti.
Dengan melihat konteks pada masa kini, terdapat upaya dalam persaingan narasi yang semakin ngeri. Skil, jaringan, dan kapasitas keilmuan harus memadai untuk dapat berkontestasi di persaingan global. Jika tak bisa, sudah pasti kita akan hilang dan dianggap tak berarti.
Di sini yang menjadi problema sebenarnya bukan hanya tentang setelah kuliah nanti akan bagaimana. Namun, juga saat ini niat seperti apa yang seharusnya ditanamkan kepada diri kita saat menjalani perkuliahan. Kebanyakan kita tak menyadari bahwa berkuliah sebenarnya hanya sekedar absensi dan tugas yang tak dimengerti.
Seandainyapun kita ditanyai 4 tahun kuliah dapat apa? Ilmu, pengalaman, dan ijazah. Mendapat ilmu tanpa kuliahpun bisa. Pengalaman apalagi, tak perlu repot-repot bayar setiap enam bulan sekali. Tinggal pergi saja cari loker, pengalamanpun didapatkan.
Gelar sarjana, mungkin kertas itu saja yang membedakan mahasiswa dengan mereka yang tak berkuliah. Itupun juga tak begitu penting. Melamar kerja tanpa ijazah sarjanapun bisa. Meski sedikit berbeda pekerjaannya. Tapi itu juga sama-sama bekerja dengan orang lain. Tetap jadi bawahan.
Niat kuliah kebanyakan dari kita mungkin adalah untuk mudah mencari kerja. padahal itupun tak menjadi jaminan. Niat ini bagus, tapi alangkah baiknya kita kuliah bukan untuk cari kerja. Jika niat kuliah untuk cari kerja, lebih baik tak usah lah kita kuliah, lulus SMA langsung saja melamar kerja. Yang paling mungkin untuk dianggap sesuai terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi. Niat kuliah adalah untuk Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian.
Namun, ini seakan tak terjadi pada diri kita. Kuliah hanya sekedar ambisi pribadi, kuliah hanya untuk nongki-nongki santui dipelataran warung kopi, apalagi kuliah hanya untuk cari sensasi agar dianggap orang terpelajar di kampung pribumi. Jika begini, alangkah baiknya jika kita kosongkan saja niat itu. Kuliah tak usah niat apa-apa. Cukup belajar, belajar, dan belajar.
Niat awal mungkin penting. Tapi bukankah lebih penting jika niat itu kita jadikan esensi dalam langkah nyata. Tertanam rapi dalam diri. Terbentuk melalui lorong pelajaran dan pengalaman. Bukan hanya kata tetangga, teman, ataupun orang tua. Namun, muncul dari kesadaran nyata diri kita.
Karlina Supelli dalam podcast di chanel Gita Wirjawan menyampaikan, “Orang berpendidikan adalah mereka yang bisa berpikir dan berimajinasi untuk kebaikan bersama. Alasan adanya pendidikan sejak awal adalah untuk menciptakan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Orang yang berpendidikan adalah orang yang mengerti betul tentang tugas dia hidup didunia, hidup bersama dalam suatu negara, bangsa, dan juga kemanusiaannya. Jadi dia mengerti betul posisi dia dan apa yang bisa dia sumbangkan”.
Hal ini bermakna sangat mendalam. Esensi sejati dari tugas kaum terdidik, yaitu dengan berada sebagai aktor pemberdayaan umat berbasis intelektual. Sehingga, khitah manusia sebagai Khalifatullah fil Ard, mampu untuk menjadi manusia sejati yang dapat berperan sebagai distributor kebermanfaatan umat manusia.
Berkaitan dengan niat kuliah. Sejak awal masuk kuliah hingga saat ini. Pelajaran dan pengalaman yang sudah kita dapatkan dalam dunia perkuliahan. Seharusnya dapat menjadikan diri kita menjadi manusia yang sedikit bermakna untuk kehidupan. Meskipun belum mampu untuk merubah dunia. Setidaknya kita sudah mampu merubah pola pikir. Berpikir untuk terus belajar demi kemaslahatan umat manusia.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *