
Wacana pemberian izin usaha pertambangan (IUP) untuk perguruan tinggi muncul setelah disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam rapat paripurna mengenai Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Usulan ini memungkinkan perguruan tinggi, organisasi masyarakat keagamaan, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mengelola tambang. Bagi sebagian orang, hal ini terlihat sebagai peluang untuk menyediakan sumber pendanaan baru bagi kampus-kampus Indonesia yang kerap kekurangan dana. Namun, usulan tersebut juga memunculkan perdebatan sengit tentang dampaknya terhadap dunia pendidikan dan integritas akademik.
Pendanaan operasional pendidikan menjadi masalah yang kerap kali dihadapi perguruan tinggi di Indonesia, terutama perguruan tinggi swasta. Kenaikan biaya operasional kampus dan fasilitas yang semakin mahal membuat banyak institusi akademik kesulitan untuk menyediakan pendidikan berkualitas. Di sisi lain, Indonesia dikenal kaya akan sumber daya alam dan sektor pertambangan memiliki potensi besar untuk mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu, beberapa pihak berpendapat bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi bisa menjadi solusi finansial yang sangat dibutuhkan.
Dengan pendanaan tambahan dari sektor pertambangan, kampus-kampus bisa lebih fokus dalam meningkatkan kualitas pendidikan, riset, dan fasilitas. Selain itu, biaya kuliah yang semakin tinggi juga bisa dikurangi jika ada sumber pendanaan yang memadai. Perguruan tinggi besar seperti ITB atau UGM bahkan sudah memiliki pengalaman dalam mengelola kontrak di sektor pertambangan. Mereka berpendapat bahwa jika pengelolaan tambang dilakukan dengan profesional, hal ini dapat mendatangkan manfaat bagi kampus dan masyarakat luas.
Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah ini akan menjaga kualitas pendidikan? Jika perguruan tinggi terlalu bergantung pada sektor tambang sebagai sumber pendanaan, apakah mereka tidak akan kehilangan fokus pada tujuan utamanya menghasilkan pemikiran dan riset berkualitas demi kemajuan bangsa? Dengan dana yang datang dari sektor bisnis, seperti tambang, bisa jadi kampus terjebak dalam pola pikir yang lebih mengutamakan profit daripada pencapaian akademik yang objektif dan berkelanjutan.
Kekhawatiran yang muncul dari pihak-pihak yang menentang kebijakan ini berfokus pada dampaknya terhadap integritas akademik. Perguruan tinggi harus tetap menjadi lembaga yang bebas dari pengaruh eksternal, khususnya yang berhubungan dengan sektor bisnis. Kampus harus mampu menjaga independensinya dalam menghasilkan riset dan pemikiran kritis tanpa terpengaruh oleh kepentingan pihak luar yang memiliki tujuan ekonomi. Salah satu risiko yang dikhawatirkan adalah perguruan tinggi akan terjebak dalam konflik kepentingan, di mana keputusan akademik bisa dipengaruhi oleh tujuan bisnis yang lebih besar. Sebagai contoh, keputusan mengenai kurikulum, riset, atau kebijakan lainnya bisa saja ber-orientasi pada keuntungan finansial, bukan pada pencapaian ilmu pengetahuan yang semestinya bebas dari pengaruh apapun.
Selain itu, dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan juga menjadi sorotan. Aktivitas tambang yang seringkali tidak ramah lingkungan, seperti pencemaran air, kerusakan tanah, dan hilangnya ekosistem, bisa mencoreng reputasi perguruan tinggi yang seharusnya menjadi agen perubahan. Perguruan tinggi harus menjadi pelopor dalam riset yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sosial, bukan justru terlibat dalam kegiatan yang merusak alam dan berdampak negatif pada masyarakat.
Dengan segala pertimbangan ini, sudah saatnya kita berpikir lebih jauh tentang solusi pendanaan yang lebih berkelanjutan untuk perguruan tinggi. Pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif pendanaan lain, yang tidak mengharuskan perguruan tinggi terlibat langsung dalam bisnis yang berisiko. Misalnya, dengan memperkuat kerja sama perguruan tinggi dengan sektor industri yang lebih ramah lingkungan, serta memperbanyak program bantuan pendidikan untuk kampus-kampus yang membutuhkan. Perguruan tinggi juga bisa lebih fokus pada pemberdayaan UMKM dan mengembangkan kolaborasi yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Melalui pendekatan yang lebih bijak, perguruan tinggi tetap bisa berkembang dengan sumber pendanaan yang lebih aman, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai akademik yang menjadi dasar pendidikan itu sendiri. Pendidikan di Indonesia harus terus bergerak maju, tanpa harus terjebak dalam tujuan ekonomi jangka pendek yang mengabaikan kesejahteraan jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa segala kebijakan yang diambil tetap memperhatikan kualitas dan integritas pendidikan, serta keberlanjutan lingkungan demi masa depan generasi penerus bangsa.
Image source : https://maklumat.id/tok-ruu-minerba-disetujui-paripurna-jadi-usul-inisiatif-dpr/